Selasa, 03 November 2009

Meluruskan Pemahaman Terapi Herbal

HABBATUSSAUDA OBAT SEGALA MACAM PENYAKIT KECUALI KEMATIAN (HR. BUKHARI MUSLIM) MADU OBAT YANG MENYEMBUHKAN BAGI MANUSIA (QS:AN-NAHL: 69) UNTUK PEMESANAN HUBUNGI BIN MUHSIN HP:085227044550 / 021-91913103 EMAIL /YM : binmuhsin_group@yahoo.co.id friendster: ujang_bmz@yahoo.co.id
===
Harus diakui bahwa penggunaan bahan herbal untuk pengobatan akhir-akhir ini meningkat. Banyak faktor yang menyebabkan kenaikan bahan herbal sebagai bahan terapi. Namun seyogyanya pemakaian bahan herbalpun harus dilandasi dasar ilmu yang benar. Karena apapun permasalahannya, jika diserahkan bukan pada ahlinya, maka tinggal menunggu kerusakannya. Demikian juga dalam hal pemakaian herbal sebagai bahan terapi.

Beberapa hal yang berkembang di masyarakat yang akhirnya menjadi mitos, seringkali mendominasi pemahaman masyarakat tentang masalah herbal. Sehingga terapi herbal berkembang bukan berdasar ilmu pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan, namun berkembang dari mitos yang seringkali bisa benar namun bisa juga salah.

Di bawah ini ada sedikit pemahaman yang berkembang di masyarakat yang perlu diluruskan pengertiannya.

1. Obat medis adalah obat kimia, sedangkan herbal bukan kimia.

Memang istilah ini hanyalah sekadar istilah untuk memudahkan penyebutan dan pengelompokan. Tapi sebenarnya baik obat medis maupun herbal semuanya adalah bahan kimia. Karena semua zat yang ada di alam semesta ini tersusun atas unsur-unsur kimia. Bahkan air ludah yang ada di mulut k ita itupun merupakan bahan kimia. Mungkin kalau mau menggunakan istilah yang lebih mendekati benar (tidak seratus persen benar) adalah: obat medis merupakan kimia sintetis, sedangkan herbal adalah kimia alami. Namun semuanya merupakan bahan kimia.

2. Obat medis selalu memiliki efek samping dan tidak aman, sedangkan herbal tumbuhan alami bebas efek samping dan aman.

Istilah ini memberi kesan bahwa obat medis berbahaya dan tidak aman dikonsumsi karena selalu memberikan efek samping yang merusak, sedangkan herbal aman dan tidak bahaya karena tanpa efek samping. Istilah ini dipakai tanpa dasar dan mengabaikan banyak fakta. Herbal walaupun alami, bukannya tanpa efek samping. Bahkan tidak selalu aman.

Kita semua tahu bahwa bayam, kangkung, asparagus adalah sayuran - sudah pasti bahan herbal- yang memiliki zat yang bermanfaat bagi tubuh. Bayam dan kangkung bagus untuk nutrisi karena kandungan zat besinya yang tinggi. Tapi apakah selalu aman dikonsumsi? Ternyata tidak. Penderita asam urat hampir selalu diingatkan dokter ketika berobat, untuk menghindari konsumsi kedua bahan herbal ini.

Bahan tumbuhan pun ada juga yang berbahaya bahkan beracun. Semua tahu bahwa makanan binatang Koala adalah daun eucaliptus yang jika dimakan manusia bisa berbahaya. Dan satu lagi bahan herbal tumbuhan alami adalah daun ganja, dan daun koka. Semua pasti kenal dengan daun ganja. tentu saja ini bukan bahan kimia, namun herbal alami. Namun kandungannya sangatlah berbahaya jika dipakai dengan sembarangan. Sedangkan daun koka adalah bahan pembuat kokain yang bahayanya sudah disepakati baik tabib herbal maupun ahli medis.

3. Habbatussauda adalah bahan herbal yang aman. Namun tidak otomatis semua bahan herbal pasti aman.

Keamanan habbatussauda sudah dibuktikan secara riset ilmiah. Bahkan termasuk zat yang masuk kategori hepatoprotektor dan renoprotektor. Namun tidak bijaksana jika karena satu bahan herbal ini aman, kemudian digeneralisir bahwa semua herbal pasti aman.

4. Kesalahan dalam penggolongan bahan herbal.

Di dalam sebuah iklan produk herbal di satu majalah Islam yang terbit secara Nasional, disebutkan di situ :

MENGHADIRKAN HERBAL TERBAIK KELAS DUNIA !!!

Setelah menyebutkan kata "Herbal Terbaik Kelas Dunia" ini disebutkanlah bahan yang dimaksud, yakni : Gamat.....!?!?

Sang pembuat iklan bukannya tak tahu Gamat itu apa. Disitu disebutkan Gamat adalah: Binatang invertebrata pemakan makanan organik yang hidup di dasar laut.

Tak beda jauh dengan satu iklan di satu website, bahkan di sebagian website terkenal, disebutkan bahwa Gamat nama lainnya adalah Teripang atau Mentimun laut, dan dimasukkan ke dalam golongan herbal. Disebutkan disitu dengan jelas bahwa gamat adalah binatang invertebrata, seharusnya bahan ini bukan dimasukkan ke dalam bahan herbal. Mungkin karena nama lainnya Mentimun laut, maka ada yang memasukkannya ke dalam bahan herbal. Padahal kata herbal sendiri maknanya tumbuhan, bukannya binatang.

5. Jika sudah memakai herbal, tak perlu obat kimia.

Pernyataan ini harus dilihat per kasus. Jika memang herbalnya memang berfungsi terapi dan itulah herbal of choice untuk kasus penyakitnya, ya silakan saja.

Namun jika fungsi herbal disitu adalah sebagai suplemen atau terapi pendukung, maka penggunaan obat sintetis kimia masih merupakan drug of choice yang harus tetap dipakai. Sehingga terapi herbal dan medis kimia seyogyanya ditempatkan sebagai komplemen yang saling melengkapi, dan bukannya substistusi dimana yang satu "harus" menggantikan yang lain.

6. Testimoni yang kurang cerdas.

Hampir semua penggunaan herbal mengandalkan ujung tombak testimoni sebagai pendukung utama promosinya. Namun seyogyanya sebuah testimoni yang mengungkapkan keberhasilan terapi herbal haruslah dengan bahasa yang cerdas. Syarat testimoni yang cerdas di antaranya sebagai berikut:

a. Diagnosa penyakit yang disebutkan haruslah tegak dengan penegakkan diagnosa yang benar dan obyektif.

b. Pengakuan diagnosa berdasar perkataan, "Menurut dokter, sakit saya adalah..." tidaklah mencukupi.

Mengapa tidak mencukupi? Karena dalam mendiagnosa satu penyakit, pernyataan dokter akan satu diagnosa diawali dengan satu diagnosa yang derajatnya masih merupakan "kemungkinan". Kemungkinan itulah yang nantinya dibuktikan dengan pemeriksaan pendukung dari lab maupun alat bukti pendukung lainnya. dan bahasa yang dipakai dokter pun jelas.

Jadi bahasa testimoni yang seringkali menggunakan kata, "Dokter sudah memvonis ini dan itu..." haruslah diperjelas alasan vonisnya. Karena untuk kepentingan bagusnya testimoni, seringkali diagnosa yang masih taraf "kemungkinan" sudah dianggap vonis oleh pasien.

c. Kesembuhan harus terukur secara obyektif juga.

Jika penegakan diagnosa harus terukur, demikian juga manakala mengaku sudah sembuh. Kesembuhan haruslah terukur secara obyektif, bukan kesembuhan subyektif. Jika dengan konsumsi satu bahan herbal seseorang mengaku kankernya sembuh, kesembuhan dari kanker itu bukanlah dilihat secara subyektif saja. Haruslah ada satu tindakan biopsi ataupun scan ataupun pemeriksaan obyektif yang menyatakan bahwa kankernya sudah tak berbahaya lagi.

Seringkali pemakai herbal menyatakan kesembuhan dirinya hanya dengan menggunakan kata-kata "sudah sembuh". Sedangkan ukuran sembuhnya tak ada. Pernyataan sembuh yang baik harusnya melampirkan data-data pemeriksaan laboratorium pasca terapi yang bisa dibandingkan dengan hasil lab sebelum terapi.

Namun hal ini masih memiliki kendala. Penggunaan laboratorium masih dimonopoli oleh ahli pengobatan medis. Sedangkan kaum herbalis tak punya akses untuk memberikan pengantar bagi penilaian obyektif kesembuhan pasiennya. Untuk itu harus ada kerjasama antara dokter medis dan juga herbalis. Agar satu penyakit tegak diagnosanya dengan pemeriksaan obyektif, sekaligus kesembuhanya pun dinyatakan dengan pemeriksaan obyektif.


diambil dari tulisan dr. Insan Agung Nugroho pada seminar Gathering Nasional Agen & Mitra Habbat'S di Gedung Daarul Hajj-Daarut Tauhid, 12 Juli 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar